Oleh: Mitro Sugendo Sihombing
SEMANGAT nasionalisme bangsa kita kembali diperlihatkan masyarakat bangsa inidalam kasus ketegangan antara Indonesia-Malaysia beberapa hari belakangan ini,perihal Pulau Ambalat di Laut Sulawesi, Wilayah Kalimantan Timur. Sebuah pulau yang berada di wilayah kedaulatan Republik Indonesia (NKRI) tetapi masihdiklaim Malaysia sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya.Lahirnya posko atau front perlawanan terhadap Malaysia di Sulawesi Selatan yangdisebut Front Ganyang Malaysia (FKG) dan Gerakan Masyarakat Anti Arogansi Solo(Gemars) dan berbagai wacana publik di media massa dan di forum-forum lainnya beberapa hari belakangan ini, jelas memperlihatkan semangat nasionalisme itu.
Ekspresi semangat nasionalisme tersebut memang sangat baik, sebagai perwujudansebuah bangsa yang sangat menjunjung tinggi harga dirinya. Dan ini juga yangmenjadi pelatuk yang sangat baik di mana kasus Ambalat telah membangkitkankembali semangat nasionalisme anak-anak bangsa yang sekian lama agak memudarrasa kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Dan memudarnya rasa kebanggaan bagibangsa Indonesia inilah yang sesungguhnya menjadi problema nasionalisme itusendiri.Dalam hal mana, nasionalisme adalah an awareness of membership in a nationtogether with a desire to achieve,maintain, and perpetuate the identity, prosperity, andpower of the nation. Suatu kesadaran sebagai bangsa yang disertai oleh hasratuntuk memelihara, melestarikan dan mengajukan identitas, integritas sertaketangguhan bangsa tersebut (Mostafa Reja'i, 1975).Artinya, nasionalisme yang diwujudkan atau diaktualisasikan dalam bentuktindakan untuk memelihara dan melestarikan identitas dan terus berjuang untuk memajukan bangsa dan negara, dengan membasmi setiap kendala yang menghalangi dijalan kemajuan, yang selama beberapa tahun ini tidak kita lakukan, yang akhirnya memudarkan rasa kebanggaan kita tersebut.
Memudarnya NasionalismeMemudarnya rasa kebanggaan bagi bangsa selama beberapa tahun belakangan ini,sesungguhnya disulut oleh menguatnya sentimen kedaerahan dan semangatprimordialisme pascakrisis.Suatu sikap yang sedikit banyak disebabkan oleh kekecewaan sebagian besaranggota dan kelompok masyarakat bahwa kesepakatan bersama (contract social)yang mengandung nilai-nilai seperti keadilan dan perikemanusiaan dan musyawarahkerap hanya menjadi retorika kosong.Pemberantasan korupsi terhadap para koruptor kelas kakap dan penegakan hukumdan keadilan yang sebenarnya sebagai sarana strategis untuk membangkitkansemangat cinta tanah air dalam diri anak-anak bangsa, tetapi semuanya tampakbohong belaka. Ini membuat generasi sekarang menjadi gamang terhadap bangsa dannegaranya sendiri.Tidak mengherankan semangat solidaritas dan kebersamaan pun terasa semakinhilang sejak beberapa dekade terakhir. Boleh jadi, penyebab dari memudarnyarasa nasionalisme ini juga disebabkan oleh karena paradigma tentang bangsa dannasionalisme yang kita anut, berjalan di tempat.
Padahal, perkembangan nasional dan global menuntut paradigma yang disesuaikandari waktu ke waktu, sesuaidengan keadaan bangsa dan negara yang berdaulat. Daridalam itulah lahir kesadaran berbangsa dan bernegara yang pada hakikatnyamerupakan kesadaran politik yang normatif.Dari sini pula kesadaran yang merupakan janin suatu ideologi yang disebutnasionalisme. Dalam arti, nasionalisme sebagai suatu paham yang mengakuikebenaran pikiran bahwa setiap bangsa -demi kejayaannya-seharusnya bersatubulat dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dari nasionalisme inilah lahirnya ide dan usaha perjuangan untuk merealisasinegara bangsa. Di Indonesia, ide dan usaha seperti ini berkembang kuat padatahun 1930-an dan memuncak pada tahun 1940an.Yang kemudian menjadi problem besar di sini adalah, apakah tegaknya suatunation yang pada hakikatnya merupakan suatu produk kesadaran politik bernegaraitu dapat dilakukan tanpa landasan kultur dalam kehidupan berbangsa danbernegara?Pertanyaan ini penting dijawab. Sebab, tantangan yang paling berat bagi sebuahnegara yang berdaulat sesungguhnya adalah bukan terutama pada sikap ekspansifdari negara tetangga seperti Malaysia dalam kasus Pulau Ambalat ini, tetapilebih pada faktor kultur atau pemeliharaan budaya, sikap hidup atau perilakuhidup sehari-hari, seperti bagaimana kita menciptakan keadilan, perikemanusiaandan lain-lain di dalam bangsa dan negara sendiri.
Selain itu, karena dalam era modern ini, setiap bangsa semakin menghormatikedaulatan bangsa lain. Meskipun dalam beberapa kasus di dunia, ada negara yangmasih kurang menghormati kedaulatan negara lain.Nasionalisme Masa KiniDengan memudarnya nasionalisme, yang terutama disebabkan oleh begitu tingginyaketidakadilan; korupsi yang merajalela dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM)yang tidak diselesaikan secara tuntas lewat jalur hukum, dan lain-lain, makamusuh bangsa yang paling utama sekarang ini adalah bukan penjajah, bukan sikapekspansif atau sikap agresor negara tetangga, melainkan birokrasi yang korup,ketidakadilan dan/atau ketidakmerataan ekonomi dan politik, kemiskinan,kekuasaan yang sewenang-wenang dan sebagainya.Pemberantasan korupsi yang hanya retorika belaka, pelanggaran HAM yang tidakdiselesaikan lewat jalur hukum hingga tuntas, ketidakadilan antara pusat dandaerah dan sebagainya harus segera diperhatikan secaraserius.
Nasionalisme dengan munculnya gerakan perjuangan fisik melawan Malaysiamisalnya, bila Malaysia nekat mengganggu kedaulatan RI dengan mengambil ataumerampas Pulau Ambalat, merupakan suatu perilaku atau sikap kita yang sangatterpuji. Kita semua jelas sangat mendukung setiap usaha TNI dan parasukarelawan yang berusaha menjaga keutuhan kedaulatan negara RI.Tetapi, kita tidak bisa lengah sedikit pun untuk memerangi musuh bangsa kitasendiri yang korup, menyalahgunakan kekuasaan dan sebagainya.Karena nasionalisme kita sekarang bukan lagi berkaitan dengan penjajah, atauterutama terhadap perilaku ekspansif atau agresor-negara tetangga, melainkanharus dikaitkan dengan keinginan untuk memerangi semua bentuk penyelewengan,ketidakadilan, perlakuan yang melanggar HAM dan lain-lain.
Artinya,nasionalisme saat ini adalah usaha untuk mempertahankan eksistensi bangsa dannegara dari kehancuran akibat korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.Perilaku korup, menggelapkan uang negara, memanfaatkan segala fasilitas dalamlingkup kekuasaannya demi memperkaya diri, berperilaku sewenang-wenang dalammenjalankan roda kekuasaan, tidak menghormati harkat dan martabat orang lain,gemar menerima dan menyogok -uang pelicin, uang semir, uang kopi dansebagainya, adalah perilaku antinasionalisme yang harus diberantas.Dan pahlawan era sekarang bukan saja mereka yang berani menumpas agresor ataupenjajah, tetapi juga mereka yang berkata tidak terhadap korupsi dan berbagaibentuk penyalahgunaan wewenang dan/atau kekuasaan itu.
Pahlawan seperti initidak kalah mulianya dengan pahlawan yang menang dari sebuah pertarungan fisikmelawan siapa pun yang mencoba mengganggu kedaulatan bangsa dan negara.Jadi, yang harus menjadi catatan kita ke depan adalahbagaimana menumbuhkan semangat nasionalisme -cinta tanah air dalam dirianak-anak bangsa. Adalah semangat untuk berperilaku jujur, berdisiplin, tidakkorup dan berani untuk melawan segala bentuk ketidakadilan, kesewenang-wenangankekuasaan dan lain-lain, di samping semangat dan keterampilan fisik sepertimiliter untuk menghadapi setiap kekuatan yang mengganggu kedaulatan negara RI.Sebuah kekuatan dan harga diri bangsa bukan terutama pada kekuatan angkatanbersenjata dengan seluruh persenjataan perang yang canggih, melainkan juga ataubahkan yang pertama adalah pada masyarakat bangsanya yang berkualitas danbermartabat.
03 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar