03 September 2010

neuro Linguistic Programing (NLP)

Salam Indonesia.. saya akan berbagi ilmu pada kalian mengenai:
Neuro Linguistic Programming.NLP ini merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang otak dan jalan pikiran. Bisa dibilang, NLP merupakan manual book otak kita.Seandainya kita mempunyai sebuah alat,hemm alat elektronik lah missal… pasti disitu disertakan manual booknya.. nah untuk lebih mengerti pengoprasian alat elektronika ini kita pasti baca donk yang namanya manual book ini,dan kita psti bisa mengoprasikannya sendiri. Nah kalau kita bisa baca manual book kita maka kita secara gak langsung bisa mengoperasikan pikiran dan otak kita sesuai keninginan kita…
Mari kita jelaskan NLP berdasarkan tiap katanya.
Neuro :
Mengacu ke system syaraf kita, penghubung indra kita, penglihatan, pendengaran, perasa, dan pencium.
Linguistic :
Kemampuan berkomunikasi secara verbal dan non verbal. Verbal mengacu pada pilihan2 kata dan frase, mencerminkan dunia mentalitas kita.
Non verbal berkaitan dengan “bahasa diam” seperti postur, gerak-gerik dan tingkah laku. Bahasa diam ini, mncerminkan gaya berfikir dan kepercayaan.
Programming :
Mengacu pada pola berpikir, perasaan dan tindakan kita. Perilaku dan kebiasaan kita sehari2 yang merupakan sebuah program pikiran.
Jika kita paham tentang jalan pikiran kita, kita akan dapat dengan mudah menguasai diri kita, dan akan lebih mudah mendapatkan apa yang kita inginkan.
NLP juga merupakan ilmu memodel. Yang dimaksud memodel disini adalah, memodel suatu ekselen/sikap/pola pikir seperti yang kita inginkan.Dapat juga digunakan untuk pembelajaran (cara cepat belajar), terapi, penyembuhan fobia, trauma, dsb.

Limiting Belief
Tiga area yang paling umum dalam limiting beliefs /kepercayaan yang membatasi berpusat di seputar hopelessness, helplessness dan worthlessness. Tiga area belief /kepercayaan ini dapat memancarkan pengaruh yang sangat besar terhadap kesehatan mental dan kesehatan fisik seseorang.
Demi mencapai keberhasilan, seseorang perlu berpindah dari limiting beliefsdi atas ke belief yang melibatkan harapan akan masa depan, perasaan berkemampuan (memiliki kemampuan) dan rasa tanggungjawab, dan perasaan bahwa dirinya berharga dan rasa ikut memiliki.
Jelaslah, beliefs yang paling mendalam adalah beliefs mengenai identitas kita. Beberapa contoh dari limiting belief mengenai identitas adalah: “Saya payah/tak berharga/adalah korban” “Saya tidak pantas sukses.” “Kalau saya mendapatkan sesuatu yang saya inginkan, pasti saya akan kehilangan sesuatu nantinya” “Saya tidak diijinkan menjadi sukses”
Limiting beliefs seringkali bekerja seperti sebuah “virus pikiran” dengan kemampuan merusak yang sama dengan sebuah virus komputer atau virus biologis. Sebuah “virus pikiran” adalah sebuah limiting belief yang bakal menjadi ”ramalan yang digenapi sendiri” dan menghalangi usaha dan kemampuan seseorang untuk sembuh atau memperbaiki diri. Virus-virus pikiran berisikan dugaan-dugaan yang tak terucap dan prasangka-prasangka yang membuat mereka sulit dikenali dan dibasmi.
Limiting beliefs dan virus-virus pikiran seringkali muncul bagaikan jalan buntu yang tak teratasi dalam proses perubahan. Pada jalan buntu seperti itu, seseorang akan merasa,”Saya sudah coba melakukan segalanya untuk mengubah ini dan tak ada satupun yang berhasil” Mengatasi jalan buntu secara efektif melibatkan penemuan inti limiting belief tsb, dan menahannya supaya tetap di tempat.

Judgement
Jika kita berbicara tentang Judgment atau Penghakiman maka kita juga berbicara tentang Meta Model. Judgment berhubungan erat dengan kategori linguistik dari “lost performative.” Kategori Meta Model dari lost performative kadangkala dianggap sebagai “kata-kata penghakiman” karena mereka mengimplikasikan bahwa sebagian bentuk dari penghakiman telah dibuat, tapi kriteria dan proses untuk menampilkan evaluasi telah dihapus atau “hilang.”
Lost Performative itu sendiri adalah sebuah kategori Meta Model yang terbentuk dari kata-kata yang mewakili penghakiman-penghakiman dan evaluasi-evaluasi. Lost performative berhubungan dengan pernyataan seperti, “Itu gila,” “Ini buruk,” “Kamu menolak.” Pada pernyataan-pernyataan ini pembicara melakukan sebuah penghakiman, tetapi mengabaikan siapa yang membuat evaluasi dan kriteria yang dipakai untuk hal itu.
Apa yang “lost/hilang” dalam lost performative adalah orang dan kriteria yang “performed/muncul” dari evaluasi yang menghasilkan penghakiman. Kita dapat mencegah lost performative dengan bertanya,”Siapa yang mengatakan itu gila, buruk atau menolak?” dan “Gila menurut siapa dan kriterianya apa?” Beberapa respon lain terhadap penilaian dapat seperti “Gila dibandingkan dengan apa?” atau,”Bagaimana kamu tahu ini gila?” atau, “Apakah Anda gila jika Anda melakukan itu?”

0 komentar: