10 November 2009

MEMBUAHKAN BELIMBING MANIS

Belimbing manis (Averhoa carambolla), adalah buah yang penggemarnya cukup banyak. Di Malaysia, komoditas ini sudah dibudidayakan secara komersial dan hasilnya diekspor. Di Indonesia, budidaya belimbing dalam skala komersial belum dilakukan. Yang ada masih kebun-kebun rakyat yang dikelola secara tradisional. Akhir-akhir ini keberadaan belimbing manis di pasar swalayan serta kios buah sudah relatif kontinu, dibanding dengan 5 sd. 10 tahun yang lalu. Ini merupakan indikator bahwa teknologi budidaya belimbing sudah relatif dikuasai oleh masyarakat. Faktor utama yang akan menentukan sukses tidaknya budidaya belimbing adalah pengairan, pemupukan, pemangkasan dan pembungkusan. Sebab kendala hama serta penyakit tanaman tidak akan terlalu mengganggu tanaman belimbing. Satu-satunya hama yang akan mengganggu adalah lalat buah, yang oleh masyarakat, larvanya disebut sebagai "ulat" yang akan merusak buah belimbing.

Varietas belimbing manis yang ada di negeri kita cukup banyak. Di antaranya demak kapur, demak kunir, pasar minggu, dewi, wulan, bangkok, paris, sembiring, malaya, penang, filipin, brasil dll. Meskipun disebut sebagai bangkok, paris, filipin dll. tetapi varietas tersebut tidak ada kaitannya dengan kota atau negara bersangkutan. Belimbing paris misalnya, merupakan varietas asli Pasar Minggu, Jakarta selatan. Nama paris sendiri berasal dari kata belimbing (Pa)-sar Minggu yang la-(ris). Varietas-varietas lain merupakan seleksi dari belimbing yang tumbuh secara alamiah di pekarangan penduduk. Beberapa di antaranya merupakan hasil pemuliaan melalui persilangan. Misalnya belimbing wulan yang merupakan hasil silangan Subandi dari Madiun atau belimbing sembiring yang merupakan hasil silangan Sembiring dari Sumatera Utara.

Faktor pengairan menjadi sangat penting di lokasi penanaman dengan air tanah dalam. Tanaman belimbing yang sudah berumur di atas 5 tahun, perakarannya memang bisa mencapai lapisan tanah yang masih cukup mengandung air pada musim kemarau. Namun produktivitas tanaman akan menurun pada musim kemarau ini. Beda dengan belimbing yang ditanam di areal dengan air tanah dangkal. Misalnya di kawasan Kab. Demak, Jateng. Meskipun kawasan ini tanahnya berpasir, namun air tanahnya sangat dangkal. Pada musim kemarau yang sangat panjang sekalipun, kedalaman air tanah hanya sekitar 1,5 sd. 2 meter. Di kawasan seperti ini, tanaman belimbing tidak memerlukan pengairan secara khusus. Kecuali pada tanaman dengan umur di bawah 5 tahun. Pada tahun-tahun awal ini tanaman muda mutlak memerlukan pengairan. Sumber air paling murah adalah dari sumur dangkal (sumur pantek) yang dinaikkan dengan pompa sedot porttable. Biaya investasi dan modal kerja untuk pengairan ini hanya sekitar Rp 3.000.000,- sd. Rp 4.000.000,- per hektar sampai dengan tanaman cukup kuat tanpa perlu pengairan khusus.

Pemupukan belimbing manis dengan NPK 16-16-16 atau lebih baik lagi dengan NPK 19-19-19, akan menjamin kontinuitas, kuantitas serta kualitas produksi. Belimbing merupakan salah satu buah yang bisa berproduksi sepanjang tahun tanpa musim. Dengan catatan, suplai haranya terjamim. Dengen pemberian NPK antara 1 sd. 2 kg. per tanaman per tahun, maka kontinuitas produksi akan terjamin. Meskipun bisa berbuah sepanjang tahun tanpa henti, sebenarnya belimbing tetap memiliki siklus panen raya dan kosong tanpa buah. Siklus penen raya ini bisa berlangsung sampai 3 periode. Namun tanaman akan terkuras energinya hingga pada panen berikutnya kualitas serta kuantitas buah akan menurun. Karenanya, belimbing cukup diprogram untuk bisa panen raya dua kali. Caranya dengan kombinasi perlakuan pemupunan, pengairan dan pemangkasan. Biasanya petani belimbing memprogram tanaman mereka pohon demi pohon atau petak demi petak. Di perkebunan besar seperti yang terdapat di Malaysia, saat panen diatur petak demi petak. Artinya, tiap individu tanaman memang hanya diprogram untuk panen raya sebanyak 2 X. Namun seluruh kebun tersebut bisa diatur untuk bisa terus-menerus dipanen setiap hari sepanjang tahun. Pemupukan dengan NPK juga akan bisa memperbesar ukuran buah, mempermanis dan menciptakan daging buah dengan tekstur lebih renyah.

Belimbing menghendaki stress air untuk berbunga. Hingga pengaturan saat berbunga, lebih mudah dilaksanakan di kawasan kering daripada di kawasan basah. Itulas sebabnya sentra penghasil belimbing rata-rata berada di kawasan kering. Misalnya di Demak. Tuban dan Madiun. Idealnya pengairan dilakukan dengan sistem tetes (drip). Tetapi sistem ini relatif mahal. Hingga untuk kondisi Indonesia, pengairan dengan sistem siram maupun genangan masih tetap lebih murah. Sistem siram digunakan apabila debit air kecil, sementara tenaga kerja murah. Sistem genangan dilakukan apabila debit air besar tetapi tenaga kerja mahal. Satu individu tanaman, pada musim kemarau yang berlangsung antara 7 sampai 9 bulan (sesuai kondisi agroklimat yang dikehendaki belimbing), memerlukan air sekitar 10.000 sd. 15.000 liter atau 10 sd. 15 m3 (2 X 2 X 2,5 m. atau 3 X 2 X 2,5 m). Sebab untuk bisa tetap produktiv, satu tanaman belimbing dewasa memerlukan 50 liter air per hari selama musim kemarau. Keperluan air ini menjadi mutlak untuk kawasan dengan air tanah lebih dalam dari 3 m. Tetapi menjadi tidak perlu apabila air tanah kurang dari 2 m.

Pemangkasan tanaman belimbing akan sangat berpengaruh terhadap kuantitas dan terutama kualitas buah. Pemangkasan dilakukan dengan memelihara salah satu tunas air pada cabang tertentu, lalu setelah tunas air tersebut mencapai ukuran kelingking, cabang dipotong. Dengan demikian, ranting-ranting belimbing selalu dalam keadaan muda. Ranting yang muda ini akan menghasilkan daun yang lebih sehat dan lebar hingga bisa berfotosintesis dengan lebih optimal. Karena rantingnya muda, bunga akan cenderung tumbuh pada dahan utama atau malahan pada batang. Bunga betina yang tumbuh pada dahan utama ini akan menghasilkan buah dengan ukuran lebih besar daripada yang tumbuh pada ranting. Tumbuhnya bunga pada cabang utama serta batang, juga dipacu oleh sinar matahari. Pemangkasan akan mengakibatkan sinar matahari bisa langsung mengenai cabang utama serta batang. Kalau cabang utama serta batang itu terkena sinar matahari langsung, bunga akan segera tumbuh. Ranting-ranting muda tadi tidak akan sempat menumbuhkan bunga dalam jumlah banyak, karena fase pertumbuhan vegetatifnya masih berlangsung. Tumbuhnya buah pada cabang utama serta batang, sekaligus juga akan memudahkan upaya pembungkusan.

Banyak bahan yang bisa dimanfaatkan untuk membungkus buah belimbing. Perkebunan star fruits di Malaysia menggunakan kombinasi kantong plastik bening dengan kertas koran sebagai pembungkus buah. Plastik bening ditaruh di bagian dalam, sementara kertas korannya di bagian luar dengan bagian bawah terbuka. Kombinasi dua bahan pembungkus ini diperlukan dengan beberapa alasan. Kalau pembungkusnya hanya plastik bening, maka sinar matahari tetap akan menembus masuk ke dalam kantong. Akibatnya, buah muda bisa "hangus" dan rontok. Kalau buah ini selamat menjadi besar, maka warnanya akan kuning tua dan kurang menarik karena terkena sinar matahari langsung. Apabila pembungkusnya hanya kertas koran dan tidak tertutup rapat, maka ada kemungkinan penggerek buah tetap akan bisa menembus masuk dan merusak buah muda. Penggerek buah adalah kumbang kecil yang akan "mengebor" buah muda hingga busuk dan rontok. Sementara lalat buah hanya akan menyerang buah tua menjelang masak. Tetapi kalau kertas korannya membungkus dengan rapat, maka petugas kebun sulit untuk mengontrol mana buah yang siap petik dan mana yang belum. Dengan kombinasi dua bahan pembungkus ini, penggerek, lalat buah dan sinar matahari sulit menembus masuk. Sementara petugas kebun tetap mudah mengontrol buah yang sudah masak dan siap petik. Setelah dipetik, kertas koran dibuang hingga belimbing dengan bungkus plastiknya yang masih sangat bersih karena terlindung koran, bisa siap untuk dipasarkan.

Di Indonesia, sangat banyak variasi pembungkus buah belimbing. Di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, para petani membungkus belimbing mereka dengan kombinasi daun pisang kering di bagian luar, dengan kertas karbon (bekas) di bagian dalamnya. Kertas karbon dimaksudkan untuk mencegah agar sinar matahari benar-benar tidak tembus. Sementara daun pisang kering dipilih karena harganya yang murah. Tetapi sekarang orang tidak lagi mengetik dengan masin ketik manual dan karbon, melainkan dengan komputer. Hingga mencari karbon bekas tentu tidak semudah pada era tahun 1960an. Daun pisang kering juga menjadi semakin langka dan mahal. Sekarang masyarakat Pasar Minggu membungkus belimbing mereka dengan kertas koran bekas. Sementara di Kab. Demak, Jateng, petani membungkus belimbing mereka dengan daun jati. Bahan pembungkus ini dipilih karena di kawasan tersebut bisa diperoleh dengan mudah dan harga murah. Di Sumatera Selatan, para petani membungkus belimbing mereka dengan kantong kresek. Berbagai warna kantong kresek telah mereka coba hingga diperoleh hasil yang optimal. (R) * * *

0 komentar: