01 Oktober 2009

Desak PT TPL Hentikan Penebangan Petani Kemenyan Demo DPRD SU

MEDAN (Berita): Seratusan massa mengatasnamakan petani kemenyan
di Desa Panduman dan Sipituhuta menggelar unjukrasa di DPRD SU, Kamis
[17/09]. Mereka mengecam pihak PT Toba Pulp Lestari (TPL). Sebagaimana pengakuan massa mereka menemukan fakta lanjutan penebangan kemenyan yang dilakukan pihak TPL. Bahkan menurut mereka lebih dari itu, penebangan
sudah masuk jauh (encroaching) ke lahan adat milik Desa pandumaan dan
Sipituhuta.

Aksi masa di Gedung DPRD SU turut serta membawa para pimpinan
adat setempat dengan menggunakan bahasa daerah. Mereka juga membeberkan dari 4.100 ha hutaan kemenyan sekitar 300 ha telah diambil.

Salah seorang pengunjukrasa Saur Tumiur Situmorang dalam orasinya
menyampaikan TPL telah lama membabat hutan di kawasan tersebut dimulai
di Tombak Simataniari dan Huta Gedung Kecamatan Parlilitan, sebelah Barat
kecamatan Polung.

Proses pembabatan hutan menurut mereka berlangsung dengan mulus
karena protes petani kemenyan Parlilitan dapat diredam, hingga
menyebabkan penebangan kemenyan secara massal terus berlanjut hingga
wilayah hutan Lombang Nabagas.

PT TPL yang sebelumnya bernama PT Indo Rayon Utama menurut warga
dalam tiap wilayah oprasinya kerap melakukan pengrusakan lingkungan dan
pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat sekitar, termasuk di Humbang
Hasundutan. TPL telah menebangi hutan kemenyan, padahal seratus persen
keluarga di kawasan itu menggantungkan hidup dari komoditi kemenyan.

“Dengan menebangi kemenyan maka TPL telah membunuh kami
pelan-pelan,” tandas Haposan Sinambela, warga Panduman. Namun aksi yang semula berlangsung damai itu, sedikit kisruh dan
nyaris terjadi bentrok dengan aparat keamanan. Kapolsek Medan Baru
beserta anggotanya berupaya membubarkan massa dengan alasan demo
berlangsung tanpa adanya izin aparat. Hingga akhirnya massa massa
berhasil meyakinkan mereka hanya menggelaar aksi damai.

Unjuk rasa diterima anggota DPRD SU yakni, Khaidir Ritonga,
Syahrul Pasaribu, Willer Pasaribu, Richard Lingga dan Mulkan Ritonga.

Menurut para wakil rakyat yang baru saja dilantik beberapa hari
lalu untuk periode 2004-2014 mereka akan berupaya memperjuangkan aspirasi
masyarakat tersebut, meskipun alat kelengkapan dewan belum sepenuhnya
terbentuk.
“Kebetulan kami yang menerima aspirasi massa ini berasal dari
daerah-daerah pemilihan yang juga memproduksi kemenyan, misalnya Pak
Syahrul Pasaribu yang dari Dapem Simalungun, Willer Pasaribu dari
Humbahas, pak Richard Lingga dari Phka-Phak Dairi. Jadi kami faham betul
apa yang menjadi keluhan masyarakat ini,” papar Khaidir Ritonga. Dia juga meminta massa untuk menyerahkan kepada DPRD SU sebagai
wakil rakyat untuk persoalan tersebut.

1 komentar:

Tris 7matupunk mengatakan...

Salam IMHU!!!
Saya sangat setuju dengan bahasan ini, karena ahkir-akhir ini masayarakat Humbahas sangat merasakan dampak hadirnya TPL di Humbahas. Dimana hasil positifnya hanya dirasakan sebagian kecil dari masyarakat itu sendiri, dimana kalangan yang merasakan keuntungannya lebih banyak dirasakan oleh pihak-pihak tertentu yang mungkin masih kroni-kroni dari TPL itu sendiri yang bertaneng pahlawan invrestasi kesejahteraan rakyat Humbahas. Mungkin sebagian kontraktor adalah pihak yang masih merasakan keuntungan itu. Tapi bila kita tilik itupun hanya sebagian kecil yang benar-benar kontraktor asal Humbahas. Hanya 4 orang saja(hasil diskusi saya dengan masyarakat setempat).
Sementara pihak yang dirugikan bukan hanya masyarakat humbahas sekarang ini, tetap[i telah merusak tatanan kehidupan sampai ke generasi masa depan. Contoh kecilnya yang langsung dapat dirasakan adalah fasilitas jalan umum yang telah rusak di beberapa titik lokasi di Hmbahas akibat dari mobil-mobil berat untuk operasi bisnis TPL termasuk di dalmnya mobil loging(mobil pengangkut kayu,red). Dimana seringkali melebihi kapasitas(yang seharusnya hanya diizinkan mengangkut 12 ton malah sampai 25ton) untuk mengurangi dana operasi TPL. Dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Dan mungkin masih banyak hal-hal negatif yang bisa dirasakan baik langsung maupun tidak langsung oleh Humbahas itu sendiri.
Tapi yang jadi masalah besar adalah pemerintah setempat seakan-akan tutup mata dengan hal ini.Apa mereka telah sekongkol dengan TPL?(ini hanya asumsi saya.
Seperti halnya UU no 44 tahun 2000 tentang perizinan TPL menebang kayu sudah selayaknya dipertanyakan dan ditinjau kembali.
Harapan saya mari kita sama-sama bekerja mencari solusi dalam masalah ini.